Laman

Wednesday, June 10, 2015

Teruntuk Calon Imamku (nanti)


Benarkah itu kamu? Saat ini aku tidak tahu pasti kamu dimana, dengan siapa dan sedang melakukan apa. Yang aku tahu, suatu saat (nanti) kamu akan menjadi imam dalam keluarga kecilku, kamu yang secara tidak langsung sebagai pengganti sosok Ayah dalam kehidupanku (nanti). Kamu pula yang akan menjadi “pendamping hidupku. Tahukah kamu betapa tinggi makna dari sebuah kalimat “pendamping hidup”? Adalah teman hidup yang menentramkan jalan, mengontrol langkah, atau penenang saat pilu datang.


Calon imamku, aku ingin mengungkapkan apa yang tidak bisa aku utarakan dengan kata-kata. Maaf jika yang kusampaikan padamu belum jelas kepastiannya, yang masih ku terka-terka kehadirannya. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tentang kita.


Yang ingin aku ucapkan adalah selamat. Selamat karena Allah telah memberi amanat kepadamu untuk menjagaku. Tahukah kamu betapa Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak. Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini kurasakan diri ini lebih baik.


Kadang aku bertanya-tanya, kenapa Allah selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku tahu jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian Insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat (nanti) kita bersama, kau bangga telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.


Apa yang kuharapkan darimu adalah kesalehan. Semoga sama halnya dengan dirimu. Karena apabila hal lain yang kau harapkan dariku, hanya kesia-siaan yang didapati. Aku masih haus akan ilmu. Namun berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi istri yang mendapat keridhaan Allah dan dirimu.


Sungguh aku tidak bermaksud untuk memintamu hanya sekedar menjadi imam atau menjadi tulang punggung keluarga. Aku membutuhkanmu sebagai pengarahku untuk menyeberangi dunia ini, dan akhirat (nanti). Karena perwakilan yang Allah kirim melalui kedua orangtuaku, kini berpindah di tanganmu. Bahkan kau adalah kelak satu-satunya jalan yang dapat membukakan pintu surga untukku, isterimu. Tak perlu takut ketika kau berada dalam kesusahan (nanti). Aku tak akan pernah sekalipun meninggalkanmu, asalkan kau juga tak pergi meninggalkanku.



Saat aku masih bersama ayah dan ibu, tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat. Namun (nanti), setelah menjadi isterimu, aku berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disurga cukup aku yang menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh. Aku ini pencemburu berat. Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai dari pada aku, aku rela. Aku harap begitu pula dirimu. 


Ketika (nanti) telah lahir buah cinta dari pernikahan kita, bantu aku untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal, dengan ilmu yang bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah SWT. Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku. Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi setidaknya menjadi yang terbaik disisimu (nanti).


Calon Imamku…

Inilah sekilas harapan yang ku ukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahami dirimu. 


Kukira kamarku bocor, rupanya air mataku yang tanpa kusadari mengalir dan menetes disela jari-jari yang sedang asik mengetik. 


Bukan, ini bukan air mata kesedihan. Ini adalah air mata kebahagiaan, kamu tahu wahai calon imamku mengapa aku meneteskan air mata! saat jemariku menari diatas keyboard aku membayangkan ketika (nanti) Allah meridhoi dan menyatukan kita menjadi pasangan yang halal, aku membayangkan bagaimana (nanti) kita mencari pahala bersama dan aku membayangkan bagaimana setiap apa yang kita lakukan bersama (nanti) akan bernilai pahala. Keindahan itu yang membuat air mataku mengalir. 


Calon Imamku juga Calon Suamiku…

Hidup ini indah bila engkau selalu hadir di sisiku setiap waktu, hingga aku hembuskan nafas yang terakhir.