Benarkah itu kamu? Saat ini aku tidak
tahu pasti kamu dimana, dengan siapa dan sedang melakukan apa. Yang aku tahu,
suatu saat (nanti) kamu akan menjadi imam dalam keluarga kecilku, kamu yang
secara tidak langsung sebagai pengganti sosok Ayah dalam kehidupanku (nanti).
Kamu pula yang akan menjadi “pendamping
hidupku“. Tahukah
kamu betapa tinggi makna dari sebuah kalimat “pendamping hidup”? Adalah teman hidup yang menentramkan jalan,
mengontrol langkah, atau penenang saat pilu datang.
Calon imamku, aku ingin mengungkapkan
apa yang tidak bisa aku utarakan dengan kata-kata. Maaf jika yang kusampaikan
padamu belum jelas kepastiannya, yang masih ku terka-terka kehadirannya. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tentang kita.
Yang ingin aku ucapkan adalah selamat.
Selamat karena Allah telah memberi amanat kepadamu untuk menjagaku. Tahukah
kamu betapa Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa
untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap
mendampingimu kelak. Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini
kurasakan diri ini lebih baik.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa Allah
selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku tahu
jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa
kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian Insya Allah
membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat (nanti) kita bersama, kau bangga
telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.
Apa yang kuharapkan darimu adalah
kesalehan. Semoga sama halnya dengan dirimu. Karena apabila hal lain yang kau
harapkan dariku, hanya kesia-siaan yang didapati. Aku masih haus akan ilmu.
Namun berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi istri yang
mendapat keridhaan Allah dan dirimu.
Sungguh aku tidak bermaksud untuk
memintamu hanya sekedar menjadi imam atau menjadi tulang punggung keluarga. Aku
membutuhkanmu sebagai pengarahku untuk menyeberangi dunia ini, dan akhirat (nanti).
Karena perwakilan yang Allah kirim melalui kedua orangtuaku, kini berpindah di
tanganmu. Bahkan kau adalah kelak satu-satunya jalan yang dapat membukakan
pintu surga untukku, isterimu. Tak perlu takut ketika kau berada dalam
kesusahan (nanti). Aku tak akan pernah sekalipun meninggalkanmu, asalkan kau
juga tak pergi meninggalkanku.
Saat aku masih bersama ayah dan ibu,
tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi
tabungan keduanya di akhirat. Namun (nanti), setelah menjadi isterimu, aku
berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disurga cukup aku yang
menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh. Aku ini pencemburu berat.
Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai dari pada aku, aku rela. Aku
harap begitu pula dirimu.
Ketika (nanti) telah lahir buah cinta
dari pernikahan kita, bantu aku untuk bersama mendidiknya dengan harta yang
halal, dengan ilmu yang bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka
ketaatan kepada Allah SWT. Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika
bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini
sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku. Kini aku
sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi
setidaknya menjadi yang terbaik disisimu (nanti).
Calon Imamku…
Inilah sekilas harapan yang ku ukirkan
dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan dapat
diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah
bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku
yang akan belajar memahami dirimu.
Kukira kamarku bocor, rupanya air
mataku yang tanpa kusadari mengalir dan menetes disela jari-jari yang sedang
asik mengetik.
Bukan, ini bukan air mata kesedihan.
Ini adalah air mata kebahagiaan, kamu tahu wahai calon imamku mengapa aku
meneteskan air mata! saat jemariku menari diatas keyboard aku membayangkan
ketika (nanti) Allah meridhoi dan menyatukan kita menjadi pasangan yang halal,
aku membayangkan bagaimana (nanti) kita mencari pahala bersama dan aku
membayangkan bagaimana setiap apa yang kita lakukan bersama (nanti) akan
bernilai pahala. Keindahan itu yang membuat air mataku mengalir.
Calon Imamku juga Calon Suamiku…
Hidup ini indah bila engkau selalu
hadir di sisiku setiap waktu, hingga aku hembuskan nafas yang terakhir.