Hey
kamu. Iya, kamu. Siapa lagi.
Rasa
itu muncul tiba- tiba. Rasa itu mulai meruntuhkan pertahanan yang selama ini
aku bangun. Tapi kamu dan aku itu ibarat Nyata dan Fiksi .
Dua kata yang saling berseberangan, baik
definisi maupun maupun huruf yang dipakai, keduanya berbeda. Nyata, sesuatu
yang ada, nampak; yang pasti nyata itu real. Lalu fiksi? Sesuatu yang tidak
real, hanya ada dalam pikiran dan khayalan manusia.
Dari uraian tersebut sangat logis rasanya bagi
kita untuk menyebutkan bahwa kedua kata itu tidak mungkin dapat bersatu.
Korelasi kedua kata tersebut sangat bersebrangan.
“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.”
Deretan kata itu, menyadarkanku akan dua kata.
Dua kata yang tampak tidak penting untuk dipikirkan. Yang selama ini menguasai
ranah pikiranku. Nyata dan Fiksi.
“Pasti ada sesuatu yang dapat menyatukan kedua
itu !”, teriakku dalam hati.
Dan kenyataannya memang ada! Ada sesuatu yang
dapat menyatukan kedua kata tersebut. Sesuatu yang ada di sudut ruang bernama
hati. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, Apa hal tersebut?
“Kamu”, jawabku dengan lemah.
“Ya, karena kamu adalah sosok nyata yang
difiksikan kenyataan”, lanjutku dengan lirih.
Kamu masih disini, dipikiranku. Meskipun aku
memohon kepada Allah untuk menyingkirkan kamu dari pikiranku, Allah belum
mengabulkannya.
Aku percaya akan rencana Allah. Rencana yang
tak pernah aku bayangkan sebelumnya bisa terjadi begitu saja, begitu indah.
Jika memang ini yang Allah inginkan. Jika
memang Allah menginginkanku untuk memikirkannya, maka akan kupikirkan. Jika
memang Allah belum menghapusnya dari pikiranku, mungkin memang sudah seharusnya
dia ada disana.
Jika memang besok Allah menjauhkan dia dariku,
aku harus ikhlas. Itu bagian dari rencana Allah untukku, Jika memang itu yang Allah
inginkan.