Laman

Tuesday, March 29, 2016

Ya Rabb, syukur yang bagaimana yang harus dilakukan. Sementara Kau selalu memberi nikmat, hingga aku tak tahu lagi, harus berucap berapa kali.

Pada doa-doa yang belum sampai, mungkin ia masih mengantri. Tapi Kau katakan pasti. Entah hari ini, nanti, esok. Yang kutahu, Kau selalu tahu.

Apakah cerita hidup selalu mulus? Tidak. Kau memberinya batu dan duri di jalanku. Bukan karena Kau membenciku, tapi lain. Kau mengajarkan kakiku lebih kuat. Berjalan lebih jauh meski banyak kesulitan di atas jalannya. Kau ingin aku sesering mungkin menyebut namamu di setiap langkahku, langkah dalam gelapnya malam ketika aku terpaksa pulang sendiri. Dan nyatanya, aku aman bersama-Mu.

Jika cinta manusia itu penuh syarat, cinta-Mu tidak. Bagaimana bisa Kau selalu memenuhi apa yang kubutuhkan, tanpa aku minta? Maka, aku sebut cinta yang bagaimana itu?

Kau mencintaiku lebih daripada aku mencintai diriku sendiri.
Karena ketika aku rapuh dan jatuh, pada-Mu lah aku mampu berdiri (lagi). Karena ketika aku sendiri, bersama-Mu lah kutemukan ketenangan hati. Karena ketika aku tak berani bermimpi, tangan-Mu mengajakku untuk berlari, tanpa perlu banyak tapi. Karena ketika aku tak berani menyesali, lagi-lagiKau menilaiku hari ini.

Ya Rabb, syukur yang bagaimana lagi? Atas kisah yang begitu rumit. Atas kisah yang membuatku tak berhenti belajar. Atas kisah yang seringkali aku sangsikan, hingga banyak andai-andai. Atas segala yang telah terjadi, Kau-lah sebaik-baik perencana.

Maka ketika aku bertanya, “aku bisa apa ketika tinta-Mu telah mengering di kitab itu?” Kau jawab, “doa dan usaha”. Aku mengangguk saja dan percaya. Ketidakmungkinan apapun bisa menjadi mungkin, karena-Mu.

Selalu begitu. Kau dulu, Kau lagi, Kau terus. Ya Rabb, semoga aku bisa menjadi sebaik-baik manusia meski banyak kurang dalam setiap sudutnya.