Apa kabar dirimu? Jika bisa, rasanya ingin
kutawarkan tempat duduk di sisiku khusus untukmu. Ingin kupandang wajahmu
lekat-lekat lalu bertanya,
“Beratkah hari-harimu belakangan ini? Cukup
menyenangkan kah pekerjaan yang sedang kau jalani? Atau kau masih berkutat
dengan teori dan buku yang membuatmu terjaga sampai dini hari?”
Harapanku, semoga kamu dan kehidupanmu di sana
berjalan mulus tanpa gangguan yang berarti. Doaku tak putus-putus untukmu,
kukirim dari sini. Seandainyasekarang
kita sudah bisa berjumpa, ingin kuceritakan semua rasa yang sudah sekian lama
mengendap di udara. Melihat kuatnya hasratku bercerita, tampaknya kelak
pertemuan kita akan lebih mirip reuni dua sahabat lama dibanding pertemuan dua
orang yang sedang dimabuk cinta.
Sampai hari itu tiba, kumohon tabahkan dirimu.
Semesta sedang berjingkat mengurus pertemuan kita di satu masa paling sempurna.
Yakinlah ia akan segera ada di hadapan mata. Padamu, yang kuyakini telah
ditakdirkan namun tetap perlu diperjuangkan.
Kita adalah dua manusia yang sebenarnya berjuang di
arena pertarungan serupa, hanya saja dari dua tempat berbeda. Kau berjuang
menjaga apa yang harus dijaga, aku di sini mencoba sekuat tenaga membentengi
hati sampai kau tiba.
Beragam godaan itu tetap ada. Mulai dari ajakan
nonton, makan bersama, sampai tawaran diantar pulang ketika waktu sudah kian
malam. Sebagai manusia biasa, kadang aku tergoda. Iri rasanya melihat
rekan-rekan sejawat tampak punya pasangan yang selalu disampingnya. Sedangkan
aku, harus sabar menghadapi dunia seorang diri sembari menunggumu datang.
Saat pertemuan itu terjadi, kita akan saling
menatap dengan penuh isyarat. Mata kita bertaut merayakan kemenangan. Kita dua
orang yang sama-sama keras kepala berjuang demi akhir yang sebenarnya belum
bisa diperkirakan. Kita, sepasang cinta yang dipertemukan tanpa proses
pendekatan. Kau dan aku, sepasang manusia yang lekat tanpa pernah harus
berpelukan.
Tak perlu khawatir, Sayang. Apapun dirimu, tangan
ini akan tetap terbuka. Dulu, aku pun pernah jadi versi terjelek dari seorang
manusia. Bagiku, cukuplah kamu yang muncul di depan pintu sembari berkata,
“Aku sudah selesai dengan diriku. Sekarang aku
ingin menjalani hidup bersamamu.”, kata-kata sederhana macam ini sudah bisa
melelehkan hatiku.