Untuk
beberapa waktu belakangan, saya merindukan petualangan. Hari-hari yang terasa
sama dan begitu membosankan membuat saya memutuskan untuk merencanakan
perjalanan. Sejak itu mencari-cari informasi tentagn gunung-gunung dibandung. Tak
lama dari itu sahabat saya, mengajak saya untuk ikut pendakian ke Gunung
Puntang. Tak banyak pikir panjang, lalu sayapun merespon ajakan itu secara
antusias. Yeaaah, Kembali lagi dengan sebuah pendakian. Yang sekian lama
kita rencanakan, akhirnya tiba juga. Yaitu Pendakian Gunung Puntang. Pendakian
ini hanya berjumlah 11 orang.
Sabtu
8 November 2014 Kami memulai perjalanan dari kampus. Teman-teman saya ngeteng
angkot untuk sampai ke gerbang gunung puntang dan saya naik motor untuk mneuju
kesana. Sekitar jam 2 kami berkumpul di warung sebelum masuk ke gunung puntang.
Perjalanan
dimulai dari warung depan sekretariat PGPI. Untuk mendaki ke Puncak Mega, kita
tidak perlu masuk ke gerbang perkemahan Gunung Puntang, namun cukup mengikuti
jalan setapak menanjak di samping kiri warung depan sekretariat PGPI. Setelah
melakukan beberapa persiapan di warung, kami pun segera berkumpul berdo’a untuk
melaksanakan perjalanan menuju Puncak Mega.
Perjalanan
awal ini cukup melelahkan. Selain medan jalan yang gersang gambur berbatu, juga
menanjak dan lumayan curam dengan kemiringan sekitar 50-60 derajat. Setengah jam
kami berjalan, turunlah hujan. Kami tetap meneruskan perjalanan dengan hujan-hujanan
dan keadaan jalan yang licin sambil mencari tempat untuk bisa mendirikan tenda.
Tibalah
kami menemukan tempat untuk mendirikan tenda, berteduh sejenak. Sekitar jam 4 hujan
pun reda, kami dibingungkan dengan dua pilihan yaitu tetap lanjutkan perjalanan
ke puncak dengan keadaan jalan yang licin atau disini saja hanya berkemah. Tanpa
banyak berfikir, Satu persatu kami ditanya, hasilnya kami tetap lanjutkan
perjalanan sesuai tujuan kami.
Perjalanan
pun akhirnya dilanjutkan.. Meskipun beberapa kali berhenti beristirahat karena
kelelahan hebat, perjalanan tetap dilanjutkan. Selama perjalanan kami saling
ngobrol. Segala macem diobrolin, itung-itung buat mengurangi rasa capek. Banyak
tanda yang bertuliskan "Puncak" disertai tanda panah. Selain tulisan,
banyak juga string line disepanjang jalur dan sangat jelas karena
hampir tidak ada percabangan.
Tak
terasa hari sudah mulai gelap. Cuaca semakin tidak bersahabat. Awan merapat, kabut
membutakan mata, langit yang mendung dan titik-titik air berjatuhan. Sebelum
hujan turun tiba, kami memutuskan untuk camp untuk beristirahat sejenak, menggelar
tenda dan masak.
Malam
hari datang, hujanpun menipis. Sebelum tidur, kamipun keluar melihat
kunang-kunang yang secara langsung di depan mata, dan melihat lampu-lampu kota
bandung. Hari semakin malam, semua pun kembali ke tenda untuk beristirahat
sebelum melnjutkan kembali pada dini hari nanti.
Dini hari pun tiba,
sekitar jam 2 kami melanjutkan perjalanan. tanjakan langsung menghadang. Tak
jarang saya harus melangkah tinggi menaiki tanjakan serupa tangga dengan pijakan
akar pohon. Inilah kenapa tanjakan ini disebut sebagai tanjakan cacing, medan
jalan yang dipenuhi akar pohon yang secara horizontal dan vertikal memenuhi
jalan setapak yang bersudut hampir 90 derajat. Kadang saya mesti merangkak
menaiki tebing jalan, atau harus berpegangan pada akar pepohonan agar dapat
memanjat naik dan berpijak pada akar. Jarak tanjakan memang tak terlalu jauh,
sekitar setengah kilometer, namun karena medan yang sangat curam, maka
perjalanan jadi cukup berat. Belum lagi gelap, jalanan tidak terlalu terlihat
dan kami memanfaatkan senter untuk penerangan jalan karena disana hutan
belantara yang tanpa cahaya secercahpun. Diperjalanan kami melihat
bintang-bintang dan lampu-lampu kota bandung, Rasanya sangat indah sekali atas kebesaran
Allah.
Sampai akhirnya
tanjakan ini berakhir dengan jalan yang menanjak namun tak securam tadi.
Akhirnya tak lama kemudian kami memasuki medan yang landai.. Inilah Puncak
Kereta, puncak bahu gunung malabar sebelum Puncak Mega. Kenapa disebut sebagai
Puncak Kereta, karena disana terdapat batu yang berjajar seperti gerbong
kereta.
Memang tak ada jalan mulus menuju sebuah
puncak tujuan. Pendakian menuju puncak ini cukup menguras tenaga. Udara dingin
menjadi tak terasa, namun seluruh badan dibasahi keringat perjuangan pendakian
menuju puncak. Pendakian ini tak hanya sulit namun cukup ekstrim karena di kiri
kanan jalan setapak yang kami lalui, terlihat jurang tebing gunung yang bersudut
hampir 90 derajat. What a wonderful journey! Perjalanan ini sungguh memicu
adrenalin.
Berjalan mengejar sunrise, karena itulah
satu satunya harapan penyemangat kami untuk tetap melanjutkan perjalanan meski
sangat lelah. Terus berjalan dan mendaki, sekitar 30 menit sudah mulai terlihat
gundukan puncak dan sudah dapat kita memandang luas nya dataran Bandung dari
kejauhan. Jikalah waktu itu tidak berkabut, maka akan terlihat samudra diatas
awan. Namun kami tak kecewa, karena saat saya sengaja berbaring untuk
mengistirahatkan diri, jutaan bintang menghiasi langit dengan tak lupa cahaya
bulan menggenapi keindahan pagi itu. Begitu emosionalnya saya ketika melihat
plang bertuliskan Puncak Mega 2223 mdpl, ada dihadapan mata. Membuat segala
kesulitan dan sukarnya perjalanan hilang begitu saja, tertiup angin puncak yang
berhembus cukup kencang. Betapa keindahan yang luar biasa. Sungguh, keindahan
yang tak pernah akan kita temui dimanapun!
Tak
sekadar Puncak Menuju Puncak Mendaki Gunung Puntang buat saya bukan soal
penaklukan-penaklukan. Bukan soal capaian menjejakan kaki di puncak. Lebih dari
itu ada pelajaran besar yang bisa didapat. Di mana pelajaran itu memberikan
efek domino pada kehidupan sehari-hari. Ini soal semangat pantang menyerah.
Waktu kaki sudah melangkah, maka pantang mundur ke belakang. Di depan ada
banyak kemungkinan-kemungkinan, sedang di belakang adalah balik arah, pulang
tanpa mendapatkan apa-apa. Adalah benar jalan terjal musti didaki. Adalah benar
tebing dan jurang jadi ancaman. Tapi di sanalah pointnya.