Laman

Saturday, November 8, 2014

Pendakian Ketiga Gunung Puntang Puncak Mega 2223 Mdpl



Untuk beberapa waktu belakangan, saya merindukan petualangan. Hari-hari yang terasa sama dan begitu membosankan membuat saya memutuskan untuk merencanakan perjalanan. Sejak itu mencari-cari informasi tentagn gunung-gunung dibandung. Tak lama dari itu sahabat saya, mengajak saya untuk ikut pendakian ke Gunung Puntang. Tak banyak pikir panjang, lalu sayapun merespon ajakan itu secara antusias. Yeaaah, Kembali lagi dengan sebuah pendakian. Yang sekian lama kita rencanakan, akhirnya tiba juga. Yaitu Pendakian Gunung Puntang. Pendakian ini hanya berjumlah 11 orang.

Sabtu 8 November 2014 Kami memulai perjalanan dari kampus. Teman-teman saya ngeteng angkot untuk sampai ke gerbang gunung puntang dan saya naik motor untuk mneuju kesana. Sekitar jam 2 kami berkumpul di warung sebelum masuk ke gunung puntang.

Perjalanan dimulai dari warung depan sekretariat PGPI. Untuk mendaki ke Puncak Mega, kita tidak perlu masuk ke gerbang perkemahan Gunung Puntang, namun cukup mengikuti jalan setapak menanjak di samping kiri warung depan sekretariat PGPI. Setelah melakukan beberapa persiapan di warung, kami pun segera berkumpul berdo’a untuk melaksanakan perjalanan menuju Puncak Mega.

Perjalanan awal ini cukup melelahkan. Selain medan jalan yang gersang gambur berbatu, juga menanjak dan lumayan curam dengan kemiringan sekitar 50-60 derajat. Setengah jam kami berjalan, turunlah hujan. Kami tetap meneruskan perjalanan dengan hujan-hujanan dan keadaan jalan yang licin sambil mencari tempat untuk bisa mendirikan tenda.
Tibalah kami menemukan tempat untuk mendirikan tenda, berteduh sejenak. Sekitar jam 4 hujan pun reda, kami dibingungkan dengan dua pilihan yaitu tetap lanjutkan perjalanan ke puncak dengan keadaan jalan yang licin atau disini saja hanya berkemah. Tanpa banyak berfikir, Satu persatu kami ditanya, hasilnya kami tetap lanjutkan perjalanan sesuai tujuan kami.

Perjalanan pun akhirnya dilanjutkan.. Meskipun beberapa kali berhenti beristirahat karena kelelahan hebat, perjalanan tetap dilanjutkan. Selama perjalanan kami saling ngobrol. Segala macem diobrolin, itung-itung buat mengurangi rasa capek. Banyak tanda yang bertuliskan "Puncak" disertai tanda panah. Selain tulisan, banyak juga string line disepanjang jalur dan sangat jelas karena hampir tidak ada percabangan. 

Tak terasa hari sudah mulai gelap. Cuaca semakin tidak bersahabat. Awan merapat, kabut membutakan mata, langit yang mendung dan titik-titik air berjatuhan. Sebelum hujan turun tiba, kami memutuskan untuk camp untuk beristirahat sejenak, menggelar tenda dan masak.

Malam hari datang, hujanpun menipis. Sebelum tidur, kamipun keluar melihat kunang-kunang yang secara langsung di depan mata, dan melihat lampu-lampu kota bandung. Hari semakin malam, semua pun kembali ke tenda untuk beristirahat sebelum melnjutkan kembali pada dini hari nanti.


Dini hari pun tiba, sekitar jam 2 kami melanjutkan perjalanan. tanjakan langsung menghadang. Tak jarang saya harus melangkah tinggi menaiki tanjakan serupa tangga dengan pijakan akar pohon. Inilah kenapa tanjakan ini disebut sebagai tanjakan cacing, medan jalan yang dipenuhi akar pohon yang secara horizontal dan vertikal memenuhi jalan setapak yang bersudut hampir 90 derajat. Kadang saya mesti merangkak menaiki tebing jalan, atau harus berpegangan pada akar pepohonan agar dapat memanjat naik dan berpijak pada akar. Jarak tanjakan memang tak terlalu jauh, sekitar setengah kilometer, namun karena medan yang sangat curam, maka perjalanan jadi cukup berat. Belum lagi gelap, jalanan tidak terlalu terlihat dan kami memanfaatkan senter untuk penerangan jalan karena disana hutan belantara yang tanpa cahaya secercahpun. Diperjalanan kami melihat bintang-bintang dan lampu-lampu kota bandung, Rasanya sangat indah sekali atas kebesaran Allah.

Sampai akhirnya tanjakan ini berakhir dengan jalan yang menanjak namun tak securam tadi. Akhirnya tak lama kemudian kami memasuki medan yang landai.. Inilah Puncak Kereta, puncak bahu gunung malabar sebelum Puncak Mega. Kenapa disebut sebagai Puncak Kereta, karena disana terdapat batu yang berjajar seperti gerbong kereta.

Memang tak ada jalan mulus menuju sebuah puncak tujuan. Pendakian menuju puncak ini cukup menguras tenaga. Udara dingin menjadi tak terasa, namun seluruh badan dibasahi keringat perjuangan pendakian menuju puncak. Pendakian ini tak hanya sulit namun cukup ekstrim karena di kiri kanan jalan setapak yang kami lalui, terlihat jurang tebing gunung yang bersudut hampir 90 derajat. What a wonderful journey! Perjalanan ini sungguh memicu adrenalin. 

Berjalan mengejar sunrise, karena itulah satu satunya harapan penyemangat kami untuk tetap melanjutkan perjalanan meski sangat lelah. Terus berjalan dan mendaki, sekitar 30 menit sudah mulai terlihat gundukan puncak dan sudah dapat kita memandang luas nya dataran Bandung dari kejauhan. Jikalah waktu itu tidak berkabut, maka akan terlihat samudra diatas awan. Namun kami tak kecewa, karena saat saya sengaja berbaring untuk mengistirahatkan diri, jutaan bintang menghiasi langit dengan tak lupa cahaya bulan menggenapi keindahan pagi itu. Begitu emosionalnya saya ketika melihat plang bertuliskan Puncak Mega 2223 mdpl, ada dihadapan mata. Membuat segala kesulitan dan sukarnya perjalanan hilang begitu saja, tertiup angin puncak yang berhembus cukup kencang. Betapa keindahan yang luar biasa. Sungguh, keindahan yang tak pernah akan kita temui dimanapun!



Tak sekadar Puncak Menuju Puncak Mendaki Gunung Puntang buat saya bukan soal penaklukan-penaklukan. Bukan soal capaian menjejakan kaki di puncak. Lebih dari itu ada pelajaran besar yang bisa didapat. Di mana pelajaran itu memberikan efek domino pada kehidupan sehari-hari. Ini soal semangat pantang menyerah. Waktu kaki sudah melangkah, maka pantang mundur ke belakang. Di depan ada banyak kemungkinan-kemungkinan, sedang di belakang adalah balik arah, pulang tanpa mendapatkan apa-apa. Adalah benar jalan terjal musti didaki. Adalah benar tebing dan jurang jadi ancaman. Tapi di sanalah pointnya.