Karena rasa penasaran gagal melihat sunrise di
Gunung Manglayang, saya dan teman-teman merencanakan untuk kembali mendaki
gunung Manglayang untuk kedua kalianya. Pendakian ini direncanakan sangat mndadak
tetapi jumlah yang ikut itu bertambah banyak yakni, Mahasiswa Fisika 13 Orang,
Mahasiswa KPI 1 orang dan Mahasiswa Administrasi Negara 4 orang.
Sabtu, 18 Oktober 2014 kami memulai perjalan dari
cinunuk menuju batu kuda untuk berkemah disana sambil menunggunya dini hari.
Diperjalanan kita saling bercanda karena jarak tempuh kesana lumayan jauh.
sesampainya disana kita mendirikan dua tenda untuk berkemah disana. Cuaca yang
dingin ini membuat kami kelaparan. Setelah selesai mendirikan tenda,, kami mencari
kayu bakar untuk memasak. Tidak susah untuk mencari kayu bakar di sini. Lokasi
ini terdapat hutan pinus sehinga sangat mudah membuat api untuk memasak dan
disana pun tedapat jualan kayu bakar. Dan akhirnya kami pun ngaliweut dengan
lauk seadanya tapi rasa kebersamaan terasa sekali ketika makan bersama di
atas kresek-kresek karena lupa membawa daun pisang.
Selesai makan kami hendak untuk tidur karena jam
02.00 kami harus bangun kembali untuk meneruskan petualangan yang sesungguhnya.
Tiba jam 02.30 kami bangun, membereskan semua peralatan untuk masuk ke dalam
tas dan barang-barang yang lumayan berat seperti tenda dan karpet kami
menitipkannya di warung batu kuda karena perjalanan pulangnya kami melewati
batu kuda lagi. Sebelum kami memulai perjalanan kami kembali untuk mencapai
puncak utama dan puncak bayangan kami hendak berdoa dahulu semoga selalu dalam
lindungan-Nya.
Menuju puncak kami menggunakan jalan sewaktu kami
pulang pada pendakian yang pertama. setelah beberapa meter berjalan, kami hanya
bisa menarik nafas melihat jalan yang harus kami lalui. Kami harus berjalan
mendaki bagaikan Spiderman di tanah dengan kemiringan hampir 70o. kami harus
menggunakan kedua tangan dan kaki kami untuk bisa naik ke atas. Tidak jarang
saya menarik ranting-ranting di tepi jalan setapak untuk membantu saya naik
yang ternyata adalah duri. Jalannya berpasir jadi harus hati-hati dalam memilih
pijakan. Benar-benar menegangkan. Ditambah lagi dengan adanya jurang yang
sesekali kami temui di tepi jalan setapak. Keringat sudah bercucuran tidak
karuan dan gelapnya malam mempersulit pendakian kami. Parahnya lagi, tidak
semuanya dari kami yang membawa senter, jadi harus banyak berhenti untuk
menerangi jalan teman-teman.
Setelah dua jam setengah diperjalanan akhirnya
kami sampai di puncak utama. Kami di puncak utama hanya untuk shalat saja dan
kami melanjutkan perjalanan untuk menuju tujuan kami yaitu puncak bayangan
karena di puncak bayanganlah yang view nya lebih bagus. Sesampai di puncak
bayangan ternyata sunrice nya tertutup oleh kabut. Dinyatakan kita gagal (lagi)
dalam melihat sunrice. Akan tetapi, kami menyadari adanya berkat yang saya
dapatkan melalui kegagalan ini yaitu Kebersamaan dan Pembelajaran.
Inilah perjalanan kedua menuju Gunung Manglayang.
Perjalanan yang akan menjadi cerita tersendiri dengan segala kekurangan dan
keceriaan di dalamnya. Terima kasih Manglayang, terima kasih teman
Manglayang bisa menaklukkan fisik saya,
tapi tidak bisa menaklukan semangat saya.