Laman

Sunday, October 19, 2014

Pendakian Kedua Gunung Manglayang 1818 Mdpl


Karena rasa penasaran gagal melihat sunrise di Gunung Manglayang, saya dan teman-teman merencanakan untuk kembali mendaki gunung Manglayang untuk kedua kalianya. Pendakian ini direncanakan sangat mndadak tetapi jumlah yang ikut itu bertambah banyak yakni, Mahasiswa Fisika 13 Orang, Mahasiswa KPI 1 orang dan Mahasiswa Administrasi Negara 4 orang.
 
Sabtu, 18 Oktober 2014 kami memulai perjalan dari cinunuk menuju batu kuda untuk berkemah disana sambil menunggunya dini hari. Diperjalanan kita saling bercanda karena jarak tempuh kesana lumayan jauh. sesampainya disana kita mendirikan dua tenda untuk berkemah disana. Cuaca yang dingin ini membuat kami kelaparan. Setelah selesai mendirikan tenda,, kami mencari kayu bakar untuk memasak. Tidak susah untuk mencari kayu bakar di sini. Lokasi ini terdapat hutan pinus sehinga sangat mudah membuat api untuk memasak dan disana pun tedapat jualan kayu bakar. Dan akhirnya kami pun ngaliweut dengan lauk seadanya tapi rasa kebersamaan terasa sekali  ketika makan bersama di atas kresek-kresek karena lupa membawa daun pisang. 


Selesai makan kami hendak untuk tidur karena jam 02.00 kami harus bangun kembali untuk meneruskan petualangan yang sesungguhnya. Tiba jam 02.30 kami bangun, membereskan semua peralatan untuk masuk ke dalam tas dan barang-barang yang lumayan berat seperti tenda dan karpet kami menitipkannya di warung batu kuda karena perjalanan pulangnya kami melewati batu kuda lagi. Sebelum kami memulai perjalanan kami kembali untuk mencapai puncak utama dan puncak bayangan kami hendak berdoa dahulu semoga selalu dalam lindungan-Nya. 

Menuju puncak kami menggunakan jalan sewaktu kami pulang pada pendakian yang pertama. setelah beberapa meter berjalan, kami hanya bisa menarik nafas melihat jalan yang harus kami lalui. Kami harus berjalan mendaki bagaikan Spiderman di tanah dengan kemiringan hampir 70o. kami harus menggunakan kedua tangan dan kaki kami untuk bisa naik ke atas. Tidak jarang saya menarik ranting-ranting di tepi jalan setapak untuk membantu saya naik yang ternyata adalah duri. Jalannya berpasir jadi harus hati-hati dalam memilih pijakan. Benar-benar menegangkan. Ditambah lagi dengan adanya jurang yang sesekali kami temui di tepi jalan setapak. Keringat sudah bercucuran tidak karuan dan gelapnya malam mempersulit pendakian kami. Parahnya lagi, tidak semuanya dari kami yang membawa senter, jadi harus banyak berhenti untuk menerangi jalan teman-teman.





Setelah dua jam setengah diperjalanan akhirnya kami sampai di puncak utama. Kami di puncak utama hanya untuk shalat saja dan kami melanjutkan perjalanan untuk menuju tujuan kami yaitu puncak bayangan karena di puncak bayanganlah yang view nya lebih bagus. Sesampai di puncak bayangan ternyata sunrice nya tertutup oleh kabut. Dinyatakan kita gagal (lagi) dalam melihat sunrice. Akan tetapi, kami menyadari adanya berkat yang saya dapatkan melalui kegagalan ini yaitu Kebersamaan dan Pembelajaran.
 


Bagi saya sendiri, pemandangan dari Puncak bayangan ini bercampur-baur dengan rasa ngeri menyadari posisi berada di ketinggian dengan dataran yang sempit. Semua tampak jauh sekali di bawah kaki, sementara seluruh sisi dataran Puncak bayangan yang sempit ini adalah jurang-jurang vertikal yang sangat dalam. Di sini saya selalu menghindarkan diri agar tidak berada terlalu pinggir. Ajaib pula rasanya mengetahui bahwa di selatan Puncak bayangan ini terdapat satu jalur pendakian ekstrim berupa jalan setapak yang sangat curam dengan sisi kiri-kanannya jurang vertikal yang cukup dalam. Saat turun menuju Batukuda nanti akan terilhat jelas betapa menakutkannya jalur pendakian ini.
Inilah perjalanan kedua menuju Gunung Manglayang. Perjalanan yang akan menjadi cerita tersendiri dengan segala kekurangan dan keceriaan di dalamnya. Terima kasih Manglayang, terima kasih teman


Manglayang bisa menaklukkan fisik saya, tapi tidak bisa menaklukan semangat saya.