Tidak jarang kita
terlibat perdebatan yang tak berujung perihal kepercayaan tentang takdir.
Tidak semua yang saya
inginkan bisa saya peroleh, tidak semua ujung dari usahsaya seperti yang saya
rencanakan dari awal, bahwa ketika saya merangkai hidup 1+1 dan 2 yang
diharapkan terjadi namun tidak selamannya begitu, karena pada akhirnya takdir
Allah yang akan terjadi, meski kadang takdir tidak mampu saya pahami, iya
ketika takdir tidak lagi mampu saya pahami, maka apa yang harus saya lsayakan?
Masih terngiang
ditelinga tentang kalimat “Man propose, Allah dispose” bahwa hidup adalah
rangkaian ikhtiar demi ikhtiar dan ujung dari ikhtiar ini bukan manusia yang
menyelesaikan, manusia berikthiar Allah yang akan menyelesaikan, yang berawal
dari sebuah niat, niat yang mulia maupun tidak mulia maka akan selalu ada dua
kemungkinan yang terjadi diujung ikhtiar yaitu apakah hasil yang akan terjadi
itu sesuai dengan rencana saya atau sebaliknya, inilah ruang kuasa Allah, iya
ada ruang yang mesti saya sadari, ruang di mana setiap ikhitiar tak dapat saya
ketahui ujungnya, ruang yang benar – benar sangat gelap bagi saya.
Dan betul bahwa saya
hanya hamba, apa yang terjadi pada seorang hamba tidak luput dari kehendak
Allah, yang perlu saya pahami didalam setiap kehendak Allah bernama takdir
adalah bukan hanya Allah menunjukan betapa maha berkehendaknya DIA, tapi juga
betapa Allah mengetahui segala galanya, bahkan yang menurut saya gelap dan
misteri, Allah mengetahui itu, yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan
yang akan terjadi semua dalam genggaman Allah, untuk itulah Allah memilihkan
takdir terbaik karena DIA bukan hanya berkendak tapi maha tahu, sedang saya?
Saya adalah milik Allah dan setiap pemilik akan memelihara apa yang dimilikinya
dengan kasih sayang artinya apapun itu, iya apapun yang terjadi saat ini karena
Allah menyayangi saya, mungkin saat ini terlihat seperti luka yang perih
menyayat hati namun tahukah saya bahwa esok ini akan menjadi sesuatu yang saya
syukuri, sesuatu yang akan mendekatkan diriku kepada Allah.