Menulis. Memang
bukan pekerjaan ringan. Saat mulai menulis, biarkanlah otak kanan yang bekerja.
Menulis apapun yang kita pikirkan, kita rasakan. Tak perlu pemikiran panjang. Keluarkan
saja semuanya, begitu kata Jonriah Ukur yang akrab disapa Jonru, pendiri
Sekolah Menulis Online. Baru jika sudah mantap dan merasa lega karena telah berhasil
mencurahkan segala pikiran dan perasaan, gunakan otak kiri untuk menyortir isi
tulisan tersebut. Bagian mana yang harus diperbaiki, ditambahi, atau bahkan
dibuang, sehingga karya menjadi lebih baik. Teorinya memang sesederhana itu.
Namun teori tak selalu sama dengan
prakteknya. Begitu pula yang terjadi pada saya. Saya yang mengaku suka menulis
sudah menerapkan teori itu untuk menyelesaikan tulisan-tulisan saya. Nyatanya
tetap butuh waktu yang panjang untuk menyelesaikan.
Saya
memang suka menulis. Walaupun belum pernah menghasilkan output yang berarti, sering stuck pada satu titik yang akhirnya
membuatku blank, tapi saya
tetap suka menulis. Bagi saya, menulis adalah kebutuhan. Menulis adalah melihat, memperhatikan, dan
mengabadikannya dalam bentuk tulisan. Media penyalur emosi dan
aktualisasi diri paling mujarab.
Ustaz Yusuf Mansur mengatakan, bila seseorang hendak melahirkan karya berupa tulisan, hendaklah diniatkan tulus untuk ridha dari
Allah. Sebab penghargaan yang diberikan Allah lebih besar dari penghargaan apapun yang akan
didapatkan oleh seorang penulis. Dan Sesungguhnya pertama kali yang
diciptakan Allah SWT adalah pena.
Maka, Menulislah ketika kau memikirkan.
Betapa banyak pemikiran yang begitu luar biasa namun tak berarti apa apa karena
tak pernah terwujudkan dalam bahasa. Begitupun, sesederhana pemikiran yang ada
namun tertuliskan, maka ia jauh lebih baik adanya.
Menulislah ketika kau memimpikan.
Betapa banyak mimpi dan tujuan hidup yang tak tertuliskan, bukan? Ya. Kita
kadang terlalu lelah menghadapi realita hidup tanpa mau menyisakan sedikit
waktu untuk impian indah kita. Bukankah hidup ini (terlalu) sebentar? Betapa
ruginya bila kita terlupa akan mimpi dan tujuan hidup kita sendiri.
Menulislah ketika kau merindukan.
Setidaknya, ia tidak hilang begitu saja dalam bayang-bayang angin, yang entah
menyampaikannya atau tidak. Mungkin, suatu saat, ia akan membaca tulisanmu dan
merasakan bahwa kau begitu merindukannya, meski segalanya telah terjadi begitu
lama.
Maka, menulislah.